MAKALAH
MEMBANGUN
INTEGRITAS BANGSA
Makalah ini disusun
guna melengkapi tugas mata kuliah civic education
Disusun oleh:
Burhanuddin
Subiyantoro (133111174)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SURAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas
kehadirat allah SWT yang mana telah melimpahkan nikmatnya sehingga saya dapat
mengerjakan mata kuliah civic education yaiu makalah yang berjudul “membangun integritas
bangsa”.
Dalam
penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen, sehingga kendala-kendala dapat teratasi.
Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan,amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi
demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak
orang-orang yang mengatakan bahwa faktor moral adalah hal utama yang
harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang
tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan
oleh orang tua kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral kepada anak-anak kita.
Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter yang merupakan
fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan
sejahtera.
Pembentukan pendidikan
karakter tujuan utama negara ini untuk membangun integritas bangsa ini.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini
merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar
mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan membentuk pribadi
yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada
generasi muda adalah usaha yang strategis. Oleh karena itu penanaman moral
melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama
untuk membangun bangsa.
Guru merupakan salah satu
kunci dari pendidikan karakter. Dari sinilah peran guru dijalankan, guru tidak
hanya mengajarkan materi pelajaran saja tapi harus bisa menjalankan pendidikan
karakter untuk siswanya agar menjadi siswa yang berkarakter baik.
B. RUMUSAN
MASALAH
Saya
telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah inisebagai
batasan dalam pembahasan makalah ini. Ada pun beberapa masalah yangakan di
bahas dalam makalah ini :
1. Apa
pengertian tentang pendidikn karakter?
2. Bagaimana
pendidikan karakter di sekolah?
3. Apa
pentingnya pendidikan karakter di sekolah?
4. Bagaimana
peran guru dalam pendidikan karakter?
5. Bagaimana
gambaran pendidikan karakter yang sudah berhasil?
C. TUJUAN
Dari rumusan masalah
diatas, maka tujuan pambuatan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui
penngertian pendidikan karakter.
2.
Mengetahui
tentang pendidikan karakter di sekolah.
3.
Mengetahui
pentingnya pentingnya pendidikan karakter di sekolah.
4.
Mengetahui peran
guru dalam pendidikan karakter di sekolah.
5.
Mengetahui
gambaran pendidikan karakter yang sudah berhasil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter terdiri dari kata “pendidikan” dan “karakter”. Pendidikan merupakan
sebuah kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan edukatif dan
didaktis yang diperuntukkan bagi generasi yang sedang bertumbuh. Sedangkan
karakter dianggap sebagai kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau
karakteristik atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari
tindakan-tindakan yang diterima dari lingkungan (Doni Koesoema Albertus,
2010:3).
Menurut
Prayitno (2010), karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri
individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan
norma yang tinggi. Relatif stabil maksudnya adalah suatu kondisi yang apabila
telah terbentuk akan tidak mudah diubah, dengan standar nilai/norma yaitu
kondisi yang mengacu pada kaidah-kaidah agama, ilmu dan teknologi, hukum, adat
dan kebiasaan yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dengan indikator
pengendalian diri, disiplin, kerja keras dan ulet, bertanggung jawab dan jujur,
membela kebenaran, kesopanan dan kesantunan. Maka menurut (Doni Koesoema
Albertus, 2010:124), Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan
nilai-nilai tertentu pada anak didik, seperti nilai-nilai yang berguna bagi
pengembangan dirinya.
Pendidikan
karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga
pendidikan. Penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan
bersama yang lebih menghargai individu merupakan tujuan dari pelaksanaan
pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter yang terutama dinilai adalah
perilaku.
Pendidikan
karakter di sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar yang mudah dimengerti dan
dipahami oleh siswa dan setiap individu yang bekerja dalam lingkup pendidikan
itu sendiri. Ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman bagi promosi
pendidikan karakter disekolah:
a.
Karakter ditentukan oleh
apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini.
b.
Prinsip ini ingin
memberikan verifikasi konkret tentang karakter seorang individu dengan
memberikan prioritas pada unsur psiko-motorik yang menggerakkan seseorang untuk
bertindak. Pemahaman, pengertian, keyakinan akan nilai secara objektif oleh
seorang individu akan membantu mengarahkan individu tersebut pada sebuah
keputusan berupa tindakan. Jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh
perbuatan, bukan melalui kata-kata seseorang.
c.
Setiap keputusan yang kamu
ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu.
d.
Individu mengukuhkan
karakter pribadinya melalui setiap keputusan yang diambilnya. Hanya dari
keputusan inilah seorang individu mendefinisikan karakternya sendiri.
e.
Karakter yang baik
mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik.
f.
Pribadi yang berproses
membentuk dirinya menjadi manusia yang baik, juga akan memilih cara-cara yang
baik bagi pembentukan dirinya.
g.
Jangan pernah mengambil
perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu
dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.
h.
Tekanan kelompok sebaya
sangat mempengaruhi siswa dalam mengembangkan pendidikan karakter yang berguna
bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, para guru dan pendidik semestinya bisa
menyadarkan anak-anak itu bahwa perilaku yang baru bukanlah standar perilaku
yang patut dicontoh, meskipun itu dilakukan oleh banyak siswa lain. Mereka
harus dapat meyakinkan, bahwa nilai yang baik itu adalah nilai yang di dalam
dirinya sendiri memang baik. Nilai itu bukan menjadi baik kalau banyak orang
melakukannya, melainkan karena nilai itu memang baik di dalam dirinya sendiri,
meskipun hanya sedikit melakukannya. Prinsip ini akan membantu siswa menyadari
kekuatan diri berkaitan dengan keteguhan moral yang mereka miliki.
i.
Apa yang kamu lakukan itu
memiliki makna dan transformatif. Seorang individu bisa mengubah dunia.
j.
Para siswa perlu disadarkan
bahwa setiap tindakan yang berkarkter, setiap tindakan yang bernilai, dan
setiap perilaku bermoral yang mereka lakukan memiliki makna dan bersifat
transformatif. Jika perubahan itu belum terjadi dan menyerambah di dalam
masyarakat, paling tidak perubahan itu telah terjadi di dalam diri siswa itu
sendiri. Perubahan seorang individu, jika dihayati sebagai bagian dari
panggilan hidupnya, akan memiliki dampak besar bagi perubahan dunia.
k.
Bayaran bagi mereka yang
memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi pribadi yang lebih baik, dan
ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.
Setiap
tindakan dan keputusan yang memiliki karakter membentuk seorang individu itu
menjadi pribadi yang lebih baik. Setiap kali kita membuat keputusan moral dan
bertindak secara konsisten atas keputusan moral tersebut, kita mengukuhkan diri
kita sebagai manusia yang baik (Doni Koesoema A, 2010:218).
Pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap
mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan
di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi,
nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian,
pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan
demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam
pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan
karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi
lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada
tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai
yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya
sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di
mata masyarakat luas.
2.2. Nilai Pendidikan Karakter di
Sekolah
Nilai-nilai
pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi
berguna sebagai batasan atau tolak ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai
pendidikan karakter di sekolah. adapun 18 nilai-nilai pendidikan karakter
dideskripsikan pada tabel 2.1 adalah sebagai berikut :
1. Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakanajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
2. Jujur
|
Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinyasebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
|
3. Toleransi / saling menghargai
|
Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
|
4. Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuhpada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
5. Kerja Keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh - sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
6. Kreatif
|
Berpikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan caraatau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
7. Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung padaorang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
|
8. Demokratis
|
Cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai samahak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
9. Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
10. Semangat Kebangsaan
|
Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
|
11. Teliti
|
Cermat, berhati – hati, penuh
perhitungan dalam berfikir dan bertindak, tidak tergesa-gesa dan tidak
ceroboh dalam melaksanakan tugas.
|
12.
Menghargai Prestasi
|
Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
|
13.
Kerjasama/ Komuniktif
|
Tindakan yang
memperlihatkan rasa senang berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang
lain.
|
14.
CintaDamai
|
Sikap,
perkataan, dan tindakan yang menyebabkan oranglain merasa senang dan aman
atas kehadiran dirinya.
|
15.
GemarMembaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
|
16. Peduli
Lingkungan
|
Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
|
17. Peduli
Sosial
|
Sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberi bantuanpada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
|
18.
Tanggun-jawab
|
Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugasdan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
2.3.Integrasi
Pendidikan Karakter ke dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Integrasi
pendidikan karakter ke dalam model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, dapat
dilihat dalam langkah – langkah pembelajaran berikut ini :
1.
Pendahuluan
Berdasarkan
Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
a.
menyiapkan peserta
didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b.
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari;
c.
menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; (contoh nilai yang
ditanamkan: Disiplin, Kejujuran, kepedulian)
2.
Kegiatan Inti
Sesuai model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw,terdapat
beberapa tahap proses belajar :
a.
Tahap Koorperatif
Guru
membagi kelompok kecil beranggotakan 5-6 orang siswa, yang disebut dengan
kelompok asal. Kelompok dibagi atas dasar kemampuan akademis dan jenis kelamin.
( contoh nilai yang ditanamkan: Kepedulian)
b.
Tahap Penyajaian
Materi
Sebelum
bahan pelajaran diberikan. Guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan
dibahas dalam bahan pelajaran. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan
menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut atau memberikan
pre-test. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skema agar
lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. ( contoh nilai yang
ditanamkan:Kepedulian, Kejujuran)
c.
Tahap Kegiatan
Kelompok
Siswa
dibagi dalam kelompok berenam. Bahan pelajaran dibagi menjadi enam bagian.
Bagian Pertama bahan diberikan kepada siswa pertama. Sedangkan siswa yang kedua
menerima bagian yang kedua. Demikian juga dengan siswa ketiga memperoleh bahan
ketiga dan siswa keempat memperoleh bahan keempat dan siswa kelima memperoleh
bahan kelima serta siswa keenam memperoleh bahan keenam. Kemudian siswa disuruh
mengerjakan bagian bahan yang sama, saling bekerja sama dan melakukan hal-hal
berikut :
1. Belajar bersama dan menjadi “ahli” dalam bidang informasi atau
isi bacaan yang menjadi tugasnya dalam kelompok ahli. (contoh nilai yang
ditanamkan : Kerjasama, Kepedulian, Keaktifan )
2.
Merencanakan cara
“mengajarkan” informasi isi bacaan yang telah siswa kuasai kepada anggota
kelompok asal. (contoh nilai yang ditanamkan : Kerjasama, Kepedulian,
Keaktifan, Tanggung Jawab )
Selanjutnya anggota
kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan informasi yang telah
diperoleh dari kelompok ahli. Pada saat yang sama siswa yang lain juga akan
menerima informasi dari anggota lain sesuai dengan bagian masing-masing.
Berikut dijelaskan tahapan-tahapannya :
1.
Tahap Hasil Kelompok
Pada tahap ini
kelompok asal akan menghasilkan pemecahan masalah yang merupakan hasil kelompok
koorperatif. Dengan sendirinya kualitas pemecahan masalah tersebut akan lebih
baik karena dikerjakan bersama oleh para ahli di bidangnya. Masing-masing
kelompok akan mempresentasikan hasil kelompok yang diperoleh. (contoh nilai
yang ditanamkan : Kerjasama, Kepedulian, Keaktifan, Tanggung Jawab )
2. Tahap Evaluasi
3. Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa
mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari
”sumbangan” setiap anggota, dimana nilai masing-masing anggota digabung menjadi
nilai kelompok. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa dengan memberikan tes
tertulis atau tes lisan baik pada tiap kelompok maupun individual. (contoh
nilai yang ditanamkan : Kerjasama, Keaktifan, Tanggung Jawab, Kejujuran )
3.
Penutup
Pada
kegiatan penutup guru dapat melakukan:
1. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama,
disiplin );
2. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang
ditanamkan: jujur);
3. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
4. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih
intensif selama tahap penutup.
1.
Selain simpulan yang
terkait dengan aspek pengetahuan, agar peserta didik difasilitasi membuat
pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan
dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan
dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut.
2.
Penilaian tidak hanya
mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan
karakter mereka.
2.4. Pengertian
Belajar
Belajar
adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan (Jihad,2008:1). Menurut Syah dalam
bukunya Jihad (2008:1), pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan
perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Sudjana
dalam bukunya Jihad (2008:2), juga berpendapat bahwa belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan
sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang
belajar.
Dalam
belajar, seseorang selalu memiliki tujuan. Menurut Sardiman (2010:26), tujuan
belajar ada tiga jenis, yaitu : (1) untuk mendapatkan pengetahuan; (2)
penanaman konsep dan keterampilan; dan (3) pembentukan sikap.
2.5. Hasil
Belajar
Setiap
manusia yang melakukan suatu kegiatan selalu mengharapkan adanya hasil dari
kegiatan tersebut. Demikian juga seorang siswa yang belajar tentu menginginkan
hasil belajar yang baik. Kualitas proses belajar mengajar dan mutu hasil
belajar adalah indikator strategis keberhasilan pelaksanaan suatu sistem
kurikulum sebagai tolak ukur dari mutu pendidikan dan tinggi rendahnya mutu
pendidikan dapat dilihat dari tinggi rendahnya prestasi hasil belajar siswa.
Menurut
Abdurrahman, belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar (Jihad,2009:14). Jihad dalam bukunya evaluasi pembelajaran
(2008:14) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perilaku
yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari
proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Usman
dalam buku evaluasi pembelajaran (Jihad,2008:16), menyatakan bahwa hasil
belajar yang oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan
instruksional yang direncakan guru sebelumnya yang dikelompokkan kedalam tiga
kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
A.
Domain kognitif
1. Pengetahuan
(knowledge). jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif meliputi
pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal, mengetahui
metode dan proses, pengingatan terhadap suatu pola, struktur atau setting.
2. Pemahaman (comprehension). Jenjang setingkat di atas
pengetahuan ini akan meliputi penerimaan dalam komunikasi secara akurat,
menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda,
mengorgani-sasikannya secara setingkat tanpa merubah pengertian dan dapat
mengeksprorasikan.
3. Aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi
yang baru.
4. Analisa. Jenjang yang keempat ini akan menyangkut
terutama kemampuan anak dalam memisah-misah terhadap suatu materi menjadi
bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi hubungan di antara bagian-bagian
itu dan cara materi itu di organisasikan.
5. Sintesa. Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari
analisa ini adalah meliputi anak untuk menempatkan bagian-bagian atau elemen
satu/bersama sehingga membentuk suatu keseluruhan yang koheren.
6. Evaluasi. Jenjang ini adalah yang paling atas atau
dianggap paling sulit dalam kemampuan pengetahuan anak didik. Disini akan
meliputi kemampuan anak didik dalam mengambil keputusan atau dalam menyatakan
pendapat tentang nilai sesuatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan keputusan
masalah, metode, materi dan lain-lain.
B.
Domain kemampuan
sikap (afektif)
1. Menerima atau memperhatikan. Jenjang pertama ini akan
meliputi sifat sensitif terhadap adanya eksistensi suatu fenomena tertentu atau
stimulus dan kesadaran yang merupakan perilaku kognitif. Termasuk di dalamnya
juga keinginan untuk menerima atau memperhatikan.
2. Merespon. Dalam jenjang ini anak didik dilibatkan secara
puas dalam suatu subjek tertentu, fenomena atau suatu kegiatan sehingga ia akan
mencari-cari dan menambah kepuasan dari bekerja dengannya atau terlibat
didalamnya.
3. Penghargaan. Pada level ini perilaku anak didik adalah konsisten
dan stabil, tidak hanya dalam persetujuan terhadap suatu nilai tetapi juga
pemilihan terhadapnya dan keterikatannya pada suatu pandangan atau ide
tertentu.
4. Mengorganisasikan. Dalam jenjang ini anak membentuk suatu
sistem nilai yang dapat menurunkan perilaku. Ini meliputi konseptualisasi dan
mengorganisasikan.
5. Mempribadi (mewatak atau karakterisasi). Pada tingkat
terakhir ini sudah ada internalisasi, nilai-nilai telah mendapatkan tempat pada
diri individu, diorganisir ke dalam suatu system yang bersifat internal,
memiliki kontrol perilaku.
C.
Ranah psimotorik
1. Menirukan. Apabila
ditunjukkan kepada anak didik suatu action yang dapat diamati, maka ia
akan mulai membuat suatu tiruan terhadap action itu sampai pada tingkat
system otot-ototnya dan dituntun oleh dorongan kata hati untuk menirukan.
2. Manipufasi. Pada tingkat ini anak didik dapat menampilkan
suatu action seperti yang diajarkan dan juga tidaj hanya pada seperti
yang diamati. Dia mulai membedakan antara satu set action dengan yang
lain, menjadi mampu memilih action yang diperlukan dan mulai memiliki
keterampilan dalam memanipula mentasi.
3. Keseksamaan (precision). Ini meliputi kemampuan anak
didik dalam penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang lebih
tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu.
4. Artikulasi. Yang utama disini anak didik telah dapat
mengkoordinasikan serentetan action dengan menetapkan urutan secara
tepat diantara action yang berbeda-beda.
5. Naturalisasi. Tingkat terakhir dari kemampuan
psikomotorik adalah apabila anak telah dapat melakukan secara alami satu action
atau sejumlah action yang urut. Keterampilan ini telah sampai pada
kemampuan yang paling tinggi dan action tersebut ditampilkan dengan
pengeluaran energi yang minimum.
Perilaku afektif perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai
pertanda kecenderungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bereaksi
dalam lingkungan tertentu. Perilaku kognitif adalah perilaku yang merupakan
hasil proses berpikir. Sedangkan perilaku psikomotor adalah perilaku yang
dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia.
Menurut Suyanti (2010:140), sikap berangkat dari perasaan
(suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan bertindak seseorang
dalam merespon sesuatu atau objek. Sikap dapat dibentuk untuk terjadinya
perilaku atau tindakan yang diinginkan. Secara umum, objek yang perlu dinilai
dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Sikap terhadap materi pelajaran.
2. Sikap terhadap guru mengajar.
3. Sikap terhadap proses pembelajaran.
4. Sikap berkaitan dengan nilai-nilai ataupun norma-norma tertentu
berkaitan dengan suatu materi pelajaran.
5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum
yang relevan dengan mata pelajaran.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (yang berasal dari dalam
diri) siswa meliputi kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi serta
cara belajar. Sedangkan faktor eksternalnya adalah keluarga, sekolah,
masyarakat, dan lingkungan sekitar.
2.6.
Pembelajaran Kooperatif
Kerja
sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan
kehidepan. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan
prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih aktif.
Roger dan Johnson
(Anita Lie,2003:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hal yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran gotong royong harus diterapkan :
1. Saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan.
3. Tatap muka, komunikasi antar anggota.
4. Evaluasi proses kelompok.
A.
Dasar – dasar
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar
dalam kelompok. Ada unsur–unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal- asalan.
Model ini dikembangkan oleh Eliot Aronson dan kawan-kawannya
dari Universitas texas. Sebagai model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
adalah sebuah multi fungsional struktur belajar kooperatif (belajar bersama).
Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca,menulis,mendengarkan dan
berbicara. Teknik ini cocok untuk semua kelas dan tingkatan.
Pemikiran dasar tipe jigsaw ini adalah memberi kesempatan
bagi siswa untuk berbagi pengalaman dengan yang lain,saling mengajar (peer
tutoring) danSaling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi. Tipe
Jingsaw digunakan untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan
disertai dengan hasil yang baik dalam kegiatan kelompok.
Dalam metode Jingsaw, Aronson (Anita Lie, 2003:33)
menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan 4 orang saja dan
keempatanggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya ,
pengajarmengevaluasi mereka mngenai seluruh bagian. Dengan cara ini mau tidak
mau setiap anggota bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang
lain berhasil.
Dalam teknik ini, guru harus memperhatikan latar belakang
pengalaman siswa. Kelompok bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender,
latar belakang sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal
kemampuan akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu
orang kemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu
lagi dari kelompok kemampuan akademis kurang. Siswa juga dapat bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
B.
Tahap Pembelajaran
Tipe Jigsaw
Setelah diungkapkan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
sama dengan model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw. Ada beberapa tahapan
dalam model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw ini, antara lain :
a.
Tahap Koorperatif
Pengajar
membagi kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang siswa, yang disebut dengan
kelompok asal. Kelompok dibagi atas dasar kemampuan akademis dan jenis kelamin.
b.
Tahap Penyajaian
Materi
Sebelum
bahan pelajaran diberikan. Pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang
akan dibahas dalam bahan pelajaran. Pengajar bisa menuliskan topik di papan
tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan
brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skema agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran yang baru.
c.
Tahap Kegiatan
Kelompok
Siswa
dibagi dalam kelompok berempat. Bahan pelajaran dibagi menjadi empat bagian.
Bagian Pertama bahan diberikan kepada siswa pertama. Sedangkan siswa yang kedua
menerima bagian yang kedua. Demikian juga dengan siswa ketiga memperoleh bahan
ketiga dan siswa keempat memperoleh bahan keempat. Kemudian siswa disuruh
mengerjakan bagian bahan yang sama, saling bekerja sama dan melekukan hal-hal
berikut :
1. Belajar bersama dan menjadi “ahli” dalam bidang informasi atau
isi bacaan yang menjadi tugasnya dalam kelompok ahli.
2. Merencanakan cara “mengajarkan” informasi isi bacaan yang telah
siswa kuasai kepada anggota kelompok asal.
Selanjutnya
anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan informasi yang
telah diperoleh dari kelompok ahli. Pada saat yang sama siswa yang lain juga
akan menerima informasi dari anggota lain sesuai dengan bagian masing-masing.
Berikut dijelaskan tahapan-tahapannya :
1. Tahap Hasil Kelompok
Pada
tahap ini kelompok asal akan menghasilkan pemecahan masalah yang merupakan
hasil kelompok koorperatif. Dengan sendirinya kualitas pemecahan masalah
tersebut akan lebih baik karena dikerjakan bersama oleh para ahli di bidangnya.
Masing-masing kelompok akan mempresentasikan hasil kelompok yang diperoleh.
2. Tahap Evaluasi
Penilaian
juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri
dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari ”sumbangan” setiap anggota,
dimana nilai masing-masing anggota digabung menjadi nilai kelompok. Guru
mengevaluasi hasil belajar siswa dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan
baik pada tiap kelompok maupun individual.
C.
Aktivitas Belajar Tipe Jigsaw
Dalam
Pelaksanaan Pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw ini ada beberapa
kegiatan-kegiatan siswa yang berlangsung selama proses belajar mengajar.
Penjelasan lebih rinci mengenai aktivitas siswa dalam pembelajaran koorperatif
tipe Jigsaw adalah :
1.
Mendengar
Siswa harus mendengar materi yang akan dipelajari dengan aktif dan
mampu mengerjakannya dalam kelompok asal mereka sendiri.
2.
Berbicara
Siswa bertanggung jawab dalam mengambil pengetahuan tambahan dari
kelompok ahli dan mampu mengulangi materi pelajaran kepada anggota lain,
sehingga anggota lain mudah memahami materi yang akan disampaikan.
3.
Imajinasi
Berpikir
Untuk keberhasilan kelompok asal setiap anggota harus mempunyai
imajinasi berpikir yang tinggi tentang apa yang dipelajari
4.
Berpikir
kreatif
Anggota
harus memikirkan cara-cara baru sebelum mengajarkan dan menyajikan materi
Adapun tujuan
jigsaw adalah sebagai berikut :
1.
Menyajikan metode
Alternatif disamping ceramah dan membaca
2.
Mengkaji Kebergantungan
positif dalam menyamoaikan dan menerima informasi diantara anggota kelompok
untuk mendorong kedewasaan berpikir
3.
Menyediakan kesempatan
berlatih bicara dan mendengarkan untuk melatih kognisi siswa dalam menyampaikan
informasi atau bahan bacaan.
2.7. Beberapa
Keuntungan Teknik Pembelajaran Koorperatif
Untuk
mencapai hasil belajar yang diinginkan atau indicator tercapai maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada satupun pendekatan belajar mengajar yang cocok
untuk segala situasi belajar, sehingga guru harus pandai memilih pendekatan
mengajar yang cocok. Salah satu metode untuk mencapai hasil belajar dengan
menggunakan teknik belajar kelompok adalah pembelajaran koorperatif.
Beberapa
keuntungan teknik belajar secara kelompok, yaitu :
1. Pencapaian tujuan kognitif tingkat tinggi
Belajar
kelompok cock untuk aspek kognitif tingkat tinggi dari Bloom misalnya tingkat
analis, sisnetis, penerapan dan evaluasi akan lebih efektif apabila dianjurkan
dengan menggunakan teknik diskusi dalam kelompok. Dalam hal ini siswa dapat
berdiskusi dan berpendapat dengan teman-teman lainya dalam situasi yang
terbuka.
2. Keterampilan berpikir dengan penuh kreatif
Dalam
pelajaran yang berisi beberapa tujuan instruksional yang cara belajarnya
melakukan dengan metode pengembangan keterampilan berfikir kreatif dalam satu
kelompok hasilnya sangat bermanfaat. Contoh pertama adalah belajar memahami
hubungan baru yang timbul dalam satu topic masalah dan contoh kedua adalah
kemampuan untuk meningkatkan keterampilan memecahkan masalah secara imajiner
apabila diberikan situasi masalah tertentu.
3. Keterampilan antar personal
Keterampilan
yang diperlukan untuk mengaktifkan situasi dalam suatu kelompok belajar atau
kelompok social tertentu secara efektif sering dapat dipenuhi menggunakan
metode belajar secara kelompok. Teknik belajar kelompok adalah cara yang cocok
untuk mempraktekkan teori, berbagai kegiatan stimulus dan permainan agar dapat
mengembangkan keterampilan personal dalam kelompok. Teknik belajar kelompok
merupakan wahana untuk memajukan dan menciptakan kesadaran tentang pentingnya
berbagai keterampilan yang berhubungan erat dengan komunikasi lisan dan non
lisan.
4. Ciri-ciri sikap yang diharapkan
Keuntungan
yang dapat diperoleh dari belajar dengan menggunakan metode kelompok adalah
timbulnya kepercayaan pada diri sendiri bagi setiap anggota kelompok. Kegiatan
kelompok juga berperan sebagai alat yang sangat berpengaruh dalam
mengintegrasikan perkembangan aspek kognitif dan aspek afektif setiap individu
melalui berbagai pengalaman belajarnya.
2.8.
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran
konvensional merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian ilmu pengetahuan
oleh guru kepada siswa dan siswa hanya menerima saja apa yang dijelaskan guru.
Ciri-ciri
pembelajaran konvensional antara lain :
1. Mengajar berpusat kepada bahan pelajaran dan tugas guru hanya
mengajarkan setiap bahan pelajaran dan kegiatan siswa hanya menghapal saja.
2. Mengajar berpusat pada guru dimana dalam pembelajaran
konvensional yang baik dinilai dari sudut guru,yaitu berdasarkan apa yang
dilakukan bukan terjadi pada siswa.
Burrowes
(2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi
konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi
materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan
sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu:
(1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3)
interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif,
dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993),
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan
pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai
proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.
Jika
dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian
informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing
direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja
secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi
atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam
kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran
dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum.
Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan
mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional
kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities).
Berdasarkan
definisi atau ciri-ciri tersebut, penyelenggaraan pembelajaran konvensional
merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian
informasi. Dalam kondisi ini, guru memainkan peran yang sangat penting karena
mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (pebelajar).
Dengan kata lain, penyelenggaraan pembelajaran dianggap sebagai model transmisi
pengetahuan (Tishman, et al., 1993). Dalam model ini, peran guru adalah
menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Sedangkan
peran para siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas
lain yang sesuai dengan informasi yang diberikan.
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter merupakan penanam nilai-nilai karakter padda setiap siswa di sekolah
yang meliputi moral, pengetahuan, kesadaran akan tanggung jawab sebagai siswa
dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.dalam pendidikan karakter
harus melibatkan semua komponen yang beada disekolah termasuk pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum yang akan di ajarkan, proses pembelajaran dan
penilaian, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas yang ada di sekolah
termasuk kegiatan ekstrakulikuler yang membantu manjalankan pendidikan karakter
tersebut. Pemberdayaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah, pembiayaan untu membagun siswa
agar bisa melaksanakan pendidikan karakteretos kerja seluruh orang-orang yang
berada di sekolah termasukk guru pegawai sekolah termasuk tukang kebun dan
pegawai yang ada di sekolah. Pedidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku
semua yang berada di sekolah yang dalam menyelanggarakan pendidikan karakter.
B.
Pendidikan
karakter di sekolah
Faktor
kelurga sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Namun kematangan emosi
social ini selanjutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah sejak usia
dini sampai usia remaja. Banyaknya orang tua yang gagal dalam mendidik
anak-anak, kematangan, emosi sosial anak dapat dikoreksi dengan memberikan
latihan pendidikan karakter kepada anak-anak di sekolah terutama sejak usia
dini.
Sekolah
adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari
semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain iu anak-anak
kebanyakan menghabiskan waktu di sekolah sehingga apa yang di dapatkan di
sekolah sangat mempengaruhi karakternya.
Indonesia
belum mempunyai pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan bangsa
Indonesia yang berkarakter. Padahal ada beberapa mata pelajaran yangberisikan
tentang pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama, kewarganegaraan, dan
pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan
penghafalan. Para siswa diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya
diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian. Karena orientasinya
hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata
pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan.
Sehingga apa yang terjadi adalah kesenjangan antara pengetahuan moral dan
perilaku. Semua orang pasti mengetahui bahwa berbohong dan korupsi itu salah
dan melanggar ketentuan agama, tetapi banyak sekali orang yang tetap
melakukannya. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana manusia
dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral.
Kata
bu sri maryami, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan
para guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan
karakter di sekolah. Dukungan saran dan prasarana sekolah, hubungan antar
murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang
bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri melalui
motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya yang mampu menyampaikan konsep
karakter pada anak didiknya dengan baik.
C. Pentingnya
pendidikan karakter di usia sekolah
Pendidikan
karakter pada anak usia sekolah dasar, dewasa ini sangat diperlukan dikarenakan
saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak
bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bepikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma,
seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain,
disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Pendidikan
karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena
pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan
nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti
luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut
ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik
sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko,
berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa,
berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan,
bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab,
bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien,
empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif,
kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas
diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan,
menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah,
pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa
kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri,
rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental,
sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif,
susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat
janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sudah
sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan
lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Setelah keluarga, di dunia
pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar. Anak-anak
adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter
anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa
di kemudian hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, jika dalam
proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri
secara leluasa.
D.
Peran
guru dalam pendidikan karakter
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk
memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk
melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi
yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun
melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler). Pengembangan potensi
peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang
kemampuan atau life skill terutama kemampuan personal (personal skill) yang
dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik
yang berhubungan dengan karakter dirinya. Dalam pengembangan karakter peserta
didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru
merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru
bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku
seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan
kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung
jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan
bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan
pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama
dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Ada beberapa strategi yang
dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya
secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di
sekolah, sebagai berikut :
1. Optimalisasi
peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri
sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru
seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan
dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2. Integrasi
materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk
perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada
materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam
hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam
proses pembelajaran.
3. Mengoptimalkan
kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak
mulia. Para guru melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau
menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia
yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif
dan psikomotorik.
4. Penciptaan
lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan
pribadi manusia, baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu
sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai
jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta
didik.
5. Menjalin
kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang
tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam
kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di
sekolah.
6. Menjadi
figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung
kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru.
Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha
untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen
seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri
pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai
karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi
pelajaran, tetapi juga pada prosesnya.
Guru
merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik
yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh
peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu
membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran
sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan
semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik.
Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk
mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan,
kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran
guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu
mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai
dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
Guru
hendaknya diberikan hak penuh dalam melakukan penilaian proses pembelajaran,
karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan
pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya. Guru
hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek
afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara
langsung dengan peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih
dapat mengukur karakteristik setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap
kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain
sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini
akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku
penentu Mengamalkan
ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.kebijakan.
E.
Gambaran
pendidikan karakter yang sudah berhasil
Keberhasilan
program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh
peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang
antara lain meliputi sebagai berikut:
1.
Mengamalkan ajaran agama yang dianut
sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
2.
Memahami kekurangan dan kelebihan
diri sendiri.
3.
Menunjukkan sikap percaya diri.
4.
Mematuhi aturan-aturan sosial yang
berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5.
Menghargai keberagaman agama,
budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
6.
Mencari dan menerapkan informasi
dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan
kreatif.
7.
Menunjukkan kemampuan berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
8.
Menunjukkan kemampuan belajar secara
mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
9.
Menunjukkan kemampuan menganalisis
dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
10. Memanfaatkan
lingkungan secara bertanggung jawab.
11. Menerapkan
nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
12. Menghargai
karya seni dan budaya nasional.
13. Menghargai
tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
14. Memahami hak
dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
15. Menghargai
adanya perbedaan pendapat, dll
Kesimpulan
Pendidikan
karakter merupakan penanam nilai-nilai karakter padda setiap siswa di sekolah
yang meliputi moral, pengetahuan, kesadaran akan tanggung jawab sebagai siswa
dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.dalam pendidikan karakter
harus melibatkan semua komponen yang beada disekolah termasuk pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum yang akan di ajarkan, proses pembelajaran dan
penilaian, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas yang ada di sekolah
termasuk kegiatan ekstrakulikuler yang membantu manjalankan pendidikan karakter
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar