Senin, 23 Februari 2015

makalah membangun integritas bangsa




MAKALAH
MEMBANGUN INTEGRITAS BANGSA
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah civic education
Dosen pengampu : tengku muhammad soleh M.SI




Disusun oleh:
Burhanuddin Subiyantoro (133111174)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SURAKARTA



KATA PENGANTAR

                Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat allah SWT yang mana telah melimpahkan nikmatnya sehingga saya dapat mengerjakan mata kuliah civic education yaiu makalah yang berjudul “membangun integritas bangsa”.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen, sehingga kendala-kendala dapat teratasi.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,amin.




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak  orang-orang yang mengatakan bahwa faktor moral adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh orang tua kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera.
Pembentukan pendidikan karakter tujuan utama negara ini untuk membangun integritas bangsa ini. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.
Guru merupakan salah satu kunci dari pendidikan karakter. Dari sinilah peran guru dijalankan, guru tidak hanya mengajarkan materi pelajaran saja tapi harus bisa menjalankan pendidikan karakter untuk siswanya agar menjadi siswa yang berkarakter baik. 

B.     RUMUSAN MASALAH
Saya telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah inisebagai batasan dalam pembahasan makalah ini. Ada pun beberapa masalah yangakan di bahas dalam makalah ini :
1.      Apa pengertian tentang pendidikn karakter?
2.      Bagaimana pendidikan karakter di sekolah?
3.      Apa pentingnya pendidikan karakter di sekolah?
4.      Bagaimana peran guru dalam pendidikan karakter?
5.      Bagaimana gambaran pendidikan karakter yang sudah berhasil?
C.     TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pambuatan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui penngertian pendidikan karakter.
2.      Mengetahui tentang pendidikan karakter di sekolah.
3.      Mengetahui pentingnya pentingnya pendidikan karakter di sekolah.
4.      Mengetahui peran guru dalam pendidikan karakter di sekolah.
5.      Mengetahui gambaran pendidikan karakter yang sudah berhasil.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terdiri dari kata “pendidikan” dan “karakter”. Pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan edukatif dan didaktis yang diperuntukkan bagi generasi yang sedang bertumbuh. Sedangkan karakter dianggap sebagai kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari tindakan-tindakan yang diterima dari lingkungan (Doni Koesoema Albertus, 2010:3).
Menurut Prayitno (2010), karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Relatif stabil maksudnya adalah suatu kondisi yang apabila telah terbentuk akan tidak mudah diubah, dengan standar nilai/norma yaitu kondisi yang mengacu pada kaidah-kaidah agama, ilmu dan teknologi, hukum, adat dan kebiasaan yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dengan indikator pengendalian diri, disiplin, kerja keras dan ulet, bertanggung jawab dan jujur, membela kebenaran, kesopanan dan kesantunan. Maka menurut (Doni Koesoema Albertus, 2010:124), Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai tertentu pada anak didik, seperti nilai-nilai yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai individu merupakan tujuan dari pelaksanaan pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter yang terutama dinilai adalah perilaku.
Pendidikan karakter di sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa dan setiap individu yang bekerja dalam lingkup pendidikan itu sendiri. Ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman bagi promosi pendidikan karakter disekolah:
a.       Karakter ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini.
b.      Prinsip ini ingin memberikan verifikasi konkret tentang karakter seorang individu dengan memberikan prioritas pada unsur psiko-motorik yang menggerakkan seseorang untuk bertindak. Pemahaman, pengertian, keyakinan akan nilai secara objektif oleh seorang individu akan membantu mengarahkan individu tersebut pada sebuah keputusan berupa tindakan. Jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh perbuatan, bukan melalui kata-kata seseorang.
c.       Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu.
d.      Individu mengukuhkan karakter pribadinya melalui setiap keputusan yang diambilnya. Hanya dari keputusan inilah seorang individu mendefinisikan karakternya sendiri.
e.       Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik.
f.       Pribadi yang berproses membentuk dirinya menjadi manusia yang baik, juga akan memilih cara-cara yang baik bagi pembentukan dirinya.
g.      Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.
h.      Tekanan kelompok sebaya sangat mempengaruhi siswa dalam mengembangkan pendidikan karakter yang berguna bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, para guru dan pendidik semestinya bisa menyadarkan anak-anak itu bahwa perilaku yang baru bukanlah standar perilaku yang patut dicontoh, meskipun itu dilakukan oleh banyak siswa lain. Mereka harus dapat meyakinkan, bahwa nilai yang baik itu adalah nilai yang di dalam dirinya sendiri memang baik. Nilai itu bukan menjadi baik kalau banyak orang melakukannya, melainkan karena nilai itu memang baik di dalam dirinya sendiri, meskipun hanya sedikit melakukannya. Prinsip ini akan membantu siswa menyadari kekuatan diri berkaitan dengan keteguhan moral yang mereka miliki.
i.        Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif. Seorang individu bisa mengubah dunia.
j.        Para siswa perlu disadarkan bahwa setiap tindakan yang berkarkter, setiap tindakan yang bernilai, dan setiap perilaku bermoral yang mereka lakukan memiliki makna dan bersifat transformatif. Jika perubahan itu belum terjadi dan menyerambah di dalam masyarakat, paling tidak perubahan itu telah terjadi di dalam diri siswa itu sendiri. Perubahan seorang individu, jika dihayati sebagai bagian dari panggilan hidupnya, akan memiliki dampak besar bagi perubahan dunia.
k.      Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.
Setiap tindakan dan keputusan yang memiliki karakter membentuk seorang individu itu menjadi pribadi yang lebih baik. Setiap kali kita membuat keputusan moral dan bertindak secara konsisten atas keputusan moral tersebut, kita mengukuhkan diri kita sebagai manusia yang baik (Doni Koesoema A, 2010:218).
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

2.2. Nilai Pendidikan Karakter di Sekolah
Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi berguna sebagai batasan atau tolak ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. adapun 18 nilai-nilai pendidikan karakter dideskripsikan pada tabel 2.1 adalah sebagai berikut :

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakanajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinyasebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.


3. Toleransi / saling menghargai

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuhpada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh - sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan caraatau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung padaorang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai samahak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Teliti

Cermat, berhati – hati, penuh perhitungan dalam berfikir dan bertindak, tidak tergesa-gesa dan tidak ceroboh dalam melaksanakan tugas.



12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Kerjasama/ Komuniktif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. CintaDamai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. GemarMembaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuanpada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggun-jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugasdan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.





2.3.Integrasi Pendidikan Karakter ke dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Integrasi pendidikan karakter ke dalam model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, dapat dilihat dalam langkah – langkah pembelajaran berikut ini :
1.      Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
a.      menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b.      mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c.       menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; (contoh nilai yang ditanamkan: Disiplin, Kejujuran, kepedulian)
2.      Kegiatan Inti
Sesuai model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw,terdapat beberapa tahap proses belajar :
a.      Tahap Koorperatif
Guru membagi kelompok kecil beranggotakan 5-6 orang siswa, yang disebut dengan kelompok asal. Kelompok dibagi atas dasar kemampuan akademis dan jenis kelamin. ( contoh nilai yang ditanamkan: Kepedulian)
b.      Tahap Penyajaian Materi
Sebelum bahan pelajaran diberikan. Guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut atau memberikan pre-test. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skema agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. ( contoh nilai yang ditanamkan:Kepedulian, Kejujuran)
c.       Tahap Kegiatan Kelompok
Siswa dibagi dalam kelompok berenam. Bahan pelajaran dibagi menjadi enam bagian. Bagian Pertama bahan diberikan kepada siswa pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian juga dengan siswa ketiga memperoleh bahan ketiga dan siswa keempat memperoleh bahan keempat dan siswa kelima memperoleh bahan kelima serta siswa keenam memperoleh bahan keenam. Kemudian siswa disuruh mengerjakan bagian bahan yang sama, saling bekerja sama dan melakukan hal-hal berikut :
1.      Belajar bersama dan menjadi “ahli” dalam bidang informasi atau isi bacaan yang menjadi tugasnya dalam kelompok ahli. (contoh nilai yang ditanamkan : Kerjasama, Kepedulian, Keaktifan )
2.      Merencanakan cara “mengajarkan” informasi isi bacaan yang telah siswa kuasai kepada anggota kelompok asal. (contoh nilai yang ditanamkan : Kerjasama, Kepedulian, Keaktifan, Tanggung Jawab )
Selanjutnya anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan informasi yang telah diperoleh dari kelompok ahli. Pada saat yang sama siswa yang lain juga akan menerima informasi dari anggota lain sesuai dengan bagian masing-masing. Berikut dijelaskan tahapan-tahapannya :
1.      Tahap Hasil Kelompok
Pada tahap ini kelompok asal akan menghasilkan pemecahan masalah yang merupakan hasil kelompok koorperatif. Dengan sendirinya kualitas pemecahan masalah tersebut akan lebih baik karena dikerjakan bersama oleh para ahli di bidangnya. Masing-masing kelompok akan mempresentasikan hasil kelompok yang diperoleh. (contoh nilai yang ditanamkan : Kerjasama, Kepedulian, Keaktifan, Tanggung Jawab )
2.      Tahap Evaluasi
3.      Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari ”sumbangan” setiap anggota, dimana nilai masing-masing anggota digabung menjadi nilai kelompok. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan baik pada tiap kelompok maupun individual. (contoh nilai yang ditanamkan : Kerjasama, Keaktifan, Tanggung Jawab, Kejujuran )

3.      Penutup
Pada kegiatan penutup guru dapat melakukan:
1.      bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, disiplin );
2.      melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur);
3.      merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
4.      menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif selama tahap penutup.
1.      Selain simpulan yang terkait dengan aspek pengetahuan, agar peserta didik difasilitasi membuat pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut.
2.      Penilaian tidak hanya mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan karakter mereka.

2.4. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan (Jihad,2008:1). Menurut Syah dalam bukunya Jihad (2008:1), pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Sudjana dalam bukunya Jihad (2008:2), juga berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.
Dalam belajar, seseorang selalu memiliki tujuan. Menurut Sardiman (2010:26), tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu : (1) untuk mendapatkan pengetahuan; (2) penanaman konsep dan keterampilan; dan (3) pembentukan sikap.

2.5. Hasil Belajar
Setiap manusia yang melakukan suatu kegiatan selalu mengharapkan adanya hasil dari kegiatan tersebut. Demikian juga seorang siswa yang belajar tentu menginginkan hasil belajar yang baik. Kualitas proses belajar mengajar dan mutu hasil belajar adalah indikator strategis keberhasilan pelaksanaan suatu sistem kurikulum sebagai tolak ukur dari mutu pendidikan dan tinggi rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tinggi rendahnya prestasi hasil belajar siswa.
Menurut Abdurrahman, belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Jihad,2009:14). Jihad dalam bukunya evaluasi pembelajaran (2008:14) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Usman dalam buku evaluasi pembelajaran (Jihad,2008:16), menyatakan bahwa hasil belajar yang oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncakan guru sebelumnya yang dikelompokkan kedalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

A.    Domain kognitif
1.       Pengetahuan (knowledge). jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif meliputi pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal, mengetahui metode dan proses, pengingatan terhadap suatu pola, struktur atau setting.
2.      Pemahaman (comprehension). Jenjang setingkat di atas pengetahuan ini akan meliputi penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mengorgani-sasikannya secara setingkat tanpa merubah pengertian dan dapat mengeksprorasikan.
3.      Aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi yang baru.
4.      Analisa. Jenjang yang keempat ini akan menyangkut terutama kemampuan anak dalam memisah-misah terhadap suatu materi menjadi bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi hubungan di antara bagian-bagian itu dan cara materi itu di organisasikan.
5.      Sintesa. Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari analisa ini adalah meliputi anak untuk menempatkan bagian-bagian atau elemen satu/bersama sehingga membentuk suatu keseluruhan yang koheren.
6.      Evaluasi. Jenjang ini adalah yang paling atas atau dianggap paling sulit dalam kemampuan pengetahuan anak didik. Disini akan meliputi kemampuan anak didik dalam mengambil keputusan atau dalam menyatakan pendapat tentang nilai sesuatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan keputusan masalah, metode, materi dan lain-lain.

B.     Domain kemampuan sikap (afektif)
1.      Menerima atau memperhatikan. Jenjang pertama ini akan meliputi sifat sensitif terhadap adanya eksistensi suatu fenomena tertentu atau stimulus dan kesadaran yang merupakan perilaku kognitif. Termasuk di dalamnya juga keinginan untuk menerima atau memperhatikan.
2.      Merespon. Dalam jenjang ini anak didik dilibatkan secara puas dalam suatu subjek tertentu, fenomena atau suatu kegiatan sehingga ia akan mencari-cari dan menambah kepuasan dari bekerja dengannya atau terlibat didalamnya.
3.      Penghargaan. Pada level ini perilaku anak didik adalah konsisten dan stabil, tidak hanya dalam persetujuan terhadap suatu nilai tetapi juga pemilihan terhadapnya dan keterikatannya pada suatu pandangan atau ide tertentu.
4.      Mengorganisasikan. Dalam jenjang ini anak membentuk suatu sistem nilai yang dapat menurunkan perilaku. Ini meliputi konseptualisasi dan mengorganisasikan.
5.      Mempribadi (mewatak atau karakterisasi). Pada tingkat terakhir ini sudah ada internalisasi, nilai-nilai telah mendapatkan tempat pada diri individu, diorganisir ke dalam suatu system yang bersifat internal, memiliki kontrol perilaku.

C.    Ranah psimotorik
1.       Menirukan. Apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu action yang dapat diamati, maka ia akan mulai membuat suatu tiruan terhadap action itu sampai pada tingkat system otot-ototnya dan dituntun oleh dorongan kata hati untuk menirukan.
2.      Manipufasi. Pada tingkat ini anak didik dapat menampilkan suatu action seperti yang diajarkan dan juga tidaj hanya pada seperti yang diamati. Dia mulai membedakan antara satu set action dengan yang lain, menjadi mampu memilih action yang diperlukan dan mulai memiliki keterampilan dalam memanipula mentasi.
3.      Keseksamaan (precision). Ini meliputi kemampuan anak didik dalam penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang lebih tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu.
4.      Artikulasi. Yang utama disini anak didik telah dapat mengkoordinasikan serentetan action dengan menetapkan urutan secara tepat diantara action yang berbeda-beda.
5.      Naturalisasi. Tingkat terakhir dari kemampuan psikomotorik adalah apabila anak telah dapat melakukan secara alami satu action atau sejumlah action yang urut. Keterampilan ini telah sampai pada kemampuan yang paling tinggi dan action tersebut ditampilkan dengan pengeluaran energi yang minimum.

Perilaku afektif perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bereaksi dalam lingkungan tertentu. Perilaku kognitif adalah perilaku yang merupakan hasil proses berpikir. Sedangkan perilaku psikomotor adalah perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia.
Menurut Suyanti (2010:140), sikap berangkat dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan bertindak seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Sikap dapat dibentuk untuk terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan. Secara umum, objek yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut:
1.    Sikap terhadap materi pelajaran.
2.    Sikap terhadap guru mengajar.
3.    Sikap terhadap proses pembelajaran.
4.    Sikap berkaitan dengan nilai-nilai ataupun norma-norma tertentu berkaitan dengan suatu materi pelajaran.
5.    Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) siswa meliputi kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi serta cara belajar. Sedangkan faktor eksternalnya adalah keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

2.6. Pembelajaran Kooperatif
Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan kehidepan. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih aktif.
Roger dan Johnson (Anita Lie,2003:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hal yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan :
1.      Saling ketergantungan positif.
2.      Tanggung jawab perseorangan.
3.      Tatap muka, komunikasi antar anggota.
4.      Evaluasi proses kelompok.

A.    Dasar – dasar Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur–unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal- asalan.
Model ini dikembangkan oleh Eliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas texas. Sebagai model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah multi fungsional struktur belajar kooperatif (belajar bersama). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca,menulis,mendengarkan dan berbicara. Teknik ini cocok untuk semua kelas dan tingkatan.
Pemikiran dasar tipe jigsaw ini adalah memberi kesempatan bagi siswa untuk berbagi pengalaman dengan yang lain,saling mengajar (peer tutoring) danSaling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi. Tipe Jingsaw digunakan untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan disertai dengan hasil yang baik dalam kegiatan kelompok.
Dalam metode Jingsaw, Aronson (Anita Lie, 2003:33) menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan 4 orang saja dan keempatanggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya , pengajarmengevaluasi mereka mngenai seluruh bagian. Dengan cara ini mau tidak mau setiap anggota bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain berhasil.
Dalam teknik ini, guru harus memperhatikan latar belakang pengalaman siswa. Kelompok bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang kemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lagi dari kelompok kemampuan akademis kurang. Siswa juga dapat bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
B.     Tahap Pembelajaran Tipe Jigsaw
Setelah diungkapkan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sama dengan model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw. Ada beberapa tahapan dalam model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw ini, antara lain :
a.      Tahap Koorperatif
Pengajar membagi kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang siswa, yang disebut dengan kelompok asal. Kelompok dibagi atas dasar kemampuan akademis dan jenis kelamin.
b.      Tahap Penyajaian Materi
Sebelum bahan pelajaran diberikan. Pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skema agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.
c.       Tahap Kegiatan Kelompok
Siswa dibagi dalam kelompok berempat. Bahan pelajaran dibagi menjadi empat bagian. Bagian Pertama bahan diberikan kepada siswa pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian juga dengan siswa ketiga memperoleh bahan ketiga dan siswa keempat memperoleh bahan keempat. Kemudian siswa disuruh mengerjakan bagian bahan yang sama, saling bekerja sama dan melekukan hal-hal berikut :
1.      Belajar bersama dan menjadi “ahli” dalam bidang informasi atau isi bacaan yang menjadi tugasnya dalam kelompok ahli.
2.      Merencanakan cara “mengajarkan” informasi isi bacaan yang telah siswa kuasai kepada anggota kelompok asal.

Selanjutnya anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan informasi yang telah diperoleh dari kelompok ahli. Pada saat yang sama siswa yang lain juga akan menerima informasi dari anggota lain sesuai dengan bagian masing-masing. Berikut dijelaskan tahapan-tahapannya :
1.      Tahap Hasil Kelompok
Pada tahap ini kelompok asal akan menghasilkan pemecahan masalah yang merupakan hasil kelompok koorperatif. Dengan sendirinya kualitas pemecahan masalah tersebut akan lebih baik karena dikerjakan bersama oleh para ahli di bidangnya. Masing-masing kelompok akan mempresentasikan hasil kelompok yang diperoleh.
2.      Tahap Evaluasi
Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari ”sumbangan” setiap anggota, dimana nilai masing-masing anggota digabung menjadi nilai kelompok. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan baik pada tiap kelompok maupun individual.
C.    Aktivitas Belajar Tipe Jigsaw
Dalam Pelaksanaan Pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw ini ada beberapa kegiatan-kegiatan siswa yang berlangsung selama proses belajar mengajar. Penjelasan lebih rinci mengenai aktivitas siswa dalam pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw adalah :
1.      Mendengar
Siswa harus mendengar materi yang akan dipelajari dengan aktif dan mampu mengerjakannya dalam kelompok asal mereka sendiri.
2.      Berbicara
Siswa bertanggung jawab dalam mengambil pengetahuan tambahan dari kelompok ahli dan mampu mengulangi materi pelajaran kepada anggota lain, sehingga anggota lain mudah memahami materi yang akan disampaikan.
3.      Imajinasi Berpikir
Untuk keberhasilan kelompok asal setiap anggota harus mempunyai imajinasi berpikir yang tinggi tentang apa yang dipelajari
4.      Berpikir kreatif
Anggota harus memikirkan cara-cara baru sebelum mengajarkan dan menyajikan materi
Adapun tujuan jigsaw adalah sebagai berikut :
1.      Menyajikan metode Alternatif disamping ceramah dan membaca
2.      Mengkaji Kebergantungan positif dalam menyamoaikan dan menerima informasi diantara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berpikir
3.      Menyediakan kesempatan berlatih bicara dan mendengarkan untuk melatih kognisi siswa dalam menyampaikan informasi atau bahan bacaan.

2.7. Beberapa Keuntungan Teknik Pembelajaran Koorperatif
Untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan atau indicator tercapai maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun pendekatan belajar mengajar yang cocok untuk segala situasi belajar, sehingga guru harus pandai memilih pendekatan mengajar yang cocok. Salah satu metode untuk mencapai hasil belajar dengan menggunakan teknik belajar kelompok adalah pembelajaran koorperatif.
Beberapa keuntungan teknik belajar secara kelompok, yaitu :
1.      Pencapaian tujuan kognitif tingkat tinggi
Belajar kelompok cock untuk aspek kognitif tingkat tinggi dari Bloom misalnya tingkat analis, sisnetis, penerapan dan evaluasi akan lebih efektif apabila dianjurkan dengan menggunakan teknik diskusi dalam kelompok. Dalam hal ini siswa dapat berdiskusi dan berpendapat dengan teman-teman lainya dalam situasi yang terbuka.
2.      Keterampilan berpikir dengan penuh kreatif
Dalam pelajaran yang berisi beberapa tujuan instruksional yang cara belajarnya melakukan dengan metode pengembangan keterampilan berfikir kreatif dalam satu kelompok hasilnya sangat bermanfaat. Contoh pertama adalah belajar memahami hubungan baru yang timbul dalam satu topic masalah dan contoh kedua adalah kemampuan untuk meningkatkan keterampilan memecahkan masalah secara imajiner apabila diberikan situasi masalah tertentu.
3.      Keterampilan antar personal
Keterampilan yang diperlukan untuk mengaktifkan situasi dalam suatu kelompok belajar atau kelompok social tertentu secara efektif sering dapat dipenuhi menggunakan metode belajar secara kelompok. Teknik belajar kelompok adalah cara yang cocok untuk mempraktekkan teori, berbagai kegiatan stimulus dan permainan agar dapat mengembangkan keterampilan personal dalam kelompok. Teknik belajar kelompok merupakan wahana untuk memajukan dan menciptakan kesadaran tentang pentingnya berbagai keterampilan yang berhubungan erat dengan komunikasi lisan dan non lisan.
4.      Ciri-ciri sikap yang diharapkan
Keuntungan yang dapat diperoleh dari belajar dengan menggunakan metode kelompok adalah timbulnya kepercayaan pada diri sendiri bagi setiap anggota kelompok. Kegiatan kelompok juga berperan sebagai alat yang sangat berpengaruh dalam mengintegrasikan perkembangan aspek kognitif dan aspek afektif setiap individu melalui berbagai pengalaman belajarnya.

2.8. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian ilmu pengetahuan oleh guru kepada siswa dan siswa hanya menerima saja apa yang dijelaskan guru.
Ciri-ciri pembelajaran konvensional antara lain :
1.      Mengajar berpusat kepada bahan pelajaran dan tugas guru hanya mengajarkan setiap bahan pelajaran dan kegiatan siswa hanya menghapal saja.
2.      Mengajar berpusat pada guru dimana dalam pembelajaran konvensional yang baik dinilai dari sudut guru,yaitu berdasarkan apa yang dilakukan bukan terjadi pada siswa.
Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities).
Berdasarkan definisi atau ciri-ciri tersebut, penyelenggaraan pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam kondisi ini, guru memainkan peran yang sangat penting karena mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (pebelajar). Dengan kata lain, penyelenggaraan pembelajaran dianggap sebagai model transmisi pengetahuan (Tishman, et al., 1993). Dalam model ini, peran guru adalah menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Sedangkan peran para siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang sesuai dengan informasi yang diberikan.
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/




BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan penanam nilai-nilai karakter padda setiap siswa di sekolah yang meliputi moral, pengetahuan, kesadaran akan tanggung jawab sebagai siswa dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.dalam pendidikan karakter harus melibatkan semua komponen yang beada disekolah termasuk pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum yang akan di ajarkan, proses pembelajaran dan penilaian, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas yang ada di sekolah termasuk kegiatan ekstrakulikuler yang membantu manjalankan pendidikan karakter tersebut. Pemberdayaan sarana dan prasarana yang ada  di sekolah, pembiayaan untu membagun siswa agar bisa melaksanakan pendidikan karakteretos kerja seluruh orang-orang yang berada di sekolah termasukk guru pegawai sekolah termasuk tukang kebun dan pegawai yang ada di sekolah. Pedidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku semua yang berada di sekolah yang dalam menyelanggarakan pendidikan karakter.
B.     Pendidikan karakter di sekolah
Faktor kelurga sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Namun kematangan emosi social ini selanjutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah sejak usia dini sampai usia remaja. Banyaknya orang tua yang gagal dalam mendidik anak-anak, kematangan, emosi sosial anak dapat dikoreksi dengan memberikan latihan pendidikan karakter kepada anak-anak di sekolah terutama sejak usia dini.
Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain iu anak-anak kebanyakan menghabiskan waktu di sekolah sehingga apa yang di dapatkan di sekolah sangat mempengaruhi karakternya.
Indonesia belum mempunyai pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan bangsa Indonesia yang berkarakter. Padahal ada beberapa mata pelajaran yangberisikan tentang pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama, kewarganegaraan, dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan. Para siswa diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian. Karena orientasinya hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan. Sehingga apa yang terjadi adalah kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku. Semua orang pasti mengetahui bahwa berbohong dan korupsi itu salah dan melanggar ketentuan agama, tetapi banyak sekali orang yang tetap melakukannya. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral.
Kata bu sri maryami, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan baik.
C.    Pentingnya pendidikan karakter di usia sekolah
Pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar, dewasa ini sangat diperlukan dikarenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bepikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria,  komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Setelah keluarga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar. Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, jika dalam proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa.
D.    Peran guru dalam pendidikan karakter
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter dirinya. Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :
1.      Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2.      Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3.      Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4.      Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia, baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5.      Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6.      Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya.
Guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
Guru hendaknya diberikan hak penuh dalam melakukan penilaian proses pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya. Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristik setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku penentu Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.kebijakan.
E.     Gambaran pendidikan karakter yang sudah berhasil
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
1.      Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
2.      Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3.      Menunjukkan sikap percaya diri.
4.      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5.      Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
6.      Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7.      Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
8.      Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
9.      Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
10.  Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
11.  Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
12.  Menghargai karya seni dan budaya nasional.
13.  Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
14.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
15.  Menghargai adanya perbedaan pendapat, dll





Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan penanam nilai-nilai karakter padda setiap siswa di sekolah yang meliputi moral, pengetahuan, kesadaran akan tanggung jawab sebagai siswa dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.dalam pendidikan karakter harus melibatkan semua komponen yang beada disekolah termasuk pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum yang akan di ajarkan, proses pembelajaran dan penilaian, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas yang ada di sekolah termasuk kegiatan ekstrakulikuler yang membantu manjalankan pendidikan karakter tersebut.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar